MAKALAH
PSIKOLOGI PEMBACA
Dosen Pengampu:
M.
Bayu Firmansyah, M.Pd
Kelompok III B :
Ellyna
May Nurjannah (15188201008)
Imroatul
Mufidah (15188201011)
Moch
Mukhlas (15188201021)
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
2015 A
STKIP PGRI PASURUAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun
panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan
makalah yang berjudul ”PSIKOLOGI
PEMBACA”. Makalah ini diajukan untuk memenuhi
matakuliah”Psikologi Sastra”
Ucapan
terima kasih penyusun ucapkan:
1.
Dra.
Mardiningsih, M.Pd. selaku ketua lembaga STKIP-STIT PGRI Pasuruan.
2.
Moch. Bayu
Firmansyah, S.S, M.Pd selaku kepala program studi Pendidikan Bahasa Indonesia.
3.
Moch. Bayu
Firmansyah, S.S, M.Pd selaku dosen pembimbing mata kuliah “Psikologi sastra”
yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan makalah ini.
4.
Orang tua
yang telah mendukung kami baik secara materi maupun moral.
5.
Teman- teman
yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Penyusun menyadari
makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat
kontruktif ( membangun ) demi penyempurnaan penyusunan berikutnya.
Akhirnya
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca
pada umumnya.
Pasuruan, Desember 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
COVER
...................................................................................................................... i
KATA
PENGANTAR............................................................................................... ii
DAFTAR
ISI.............................................................................................................. iii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang........................................................................................................
1.2 Rumusan masalah...................................................................................................
1.3 Tujuan.....................................................................................................................
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Daya psikis keras
dan lunak...................................................................................
2.2
Resepsi dan kebebasan tafsir psikologis................................................................
2.3 Eksperimental estetik pembaca
sastra......................................................................
2.4
Tipologi psikis pembaca.........................................................................................
2.5
Analisis
puisi...........................................................................................................
BAB
III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................
3.2 Saran.......................................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................................ iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Wallek
dan Austin (1989), Psikologi secara sempit diartikan sebagai ilmu tentang jiwa.
Sedangkan sastra adalah ilmu tentang karya seni dengan tulis- menulis. Maka
jika diartikan secara keseluruhan, prikologi sastra mengkaji karya sastra dari
sudut kejiwaannya (Ratna: 2004: 340).
(Ratna:
2004: 350) psikologi sastra adalah analisis teks dengan mempertimbangkan
relevansi dan penerapan studi psikologis. Artinya, psikologi turut berperan penting
dalam menganalisis sebuah karya sastra dengan bekerja dari sudut kejiwaan karya
sastra tersebut baik dari unsur pengarang, tokoh, maupun pembacanya. Dengan
dipusatkannya perhatian pada tokoh-tokoh, maka akan dapat dianalisis konflik
batin yang terkandung dalam karya sastra secara umum dapat disimpulkan bahwa
hubungan antara sastra dan psikologi sangant erat hingga melebur dan melahirkan
ilmu baru yang disebut dengan “psikologi sastra”. Artinya dengan meneliti
sebuah karya sastra melalui pendekatan psikologis sastra, secara tidak langsung
kita telah membicarakan psikologis karna dunia sastra tidak dapat dipisahkan
dengan nilai kejiwaan yang mungkin tersirat dalam karya sastra tersebut.
Dari
beberapa pendapat para ahli mengenai psikologi sastra, dapat ditarik benang
merah mengenai definisi psikologi sastra yaitu kajian teori konsep psikologi
yang diterapkan pada karya sastra pada pengarang dan penokohan. Namun dalam
penerapannya psikologis sastra lebih memberikan pada unsur-unsur kejiwaan
tokoh-tokoh fiksional yang terkandung dalam karya sastra. Psikologis sastra
tidak bermaksud untuk memecahkan masalah psikologis praktis seperti kejiwaan
manusia. Namun memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam suatu karya
sastra. Meskipun demikian psikologi sastra tidak terlepas dalam kebutuhan
masyarakat. Secara tidak langsung karya sastra memberikan pemahaman dan
inspirasi terhadap masyarakat.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apa
yang dimaksud daya psikis keras dan lunak?
2.
Apa
yang dimaksud resepsi dan kebebasan tafsir psikologis?
3.
Bagaimana
Eksperimental estetik pembaca sastra?
4.
Apa
yang dimaksud Tipologi psikis pembaca?
1.3
Tujuan
1.
Untuk
mendeskripsikan daya psikis keras dan lunak.
2.
Untuk
mendeskripsikan resepsi dan kebebasan tafsir psikologis.
3.
Untuk
mendeskripsikan eksperimental estetik pembaca sastra.
4.
Untuk
mendeskripsikan tipologi psikis pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Daya
Spikis Keras dan Lunak
Agak
sulit untuk menemukan istilah yang tepat untuk mewadahi konteks psikologi
sastra yang terkait dengan resepsi pembaca terhadap sastra. Wilayah psikologi
yang berhubungan dengan pembaca memang masih pelik. Ada yang berpendapat,
wilayah ini sebenarnya bukan studi sastra, melainkan penelitian pembaca.
Pendapat ini tampaknya juga sulit dipertanggung jawabkan, sebab bagaimanapun
pembaca adalah bagian dari kutub sastra. Cukup unik jika sastra telah tersugup
di hadapan pembaca. Konsep Holland (Wright, 1991:149) menyebutkan bahwa ada
kemungkinan terjadi “kolusi” estetis antara pengarang dengan pembaca. Untuk
memahai bagaimana resepsi psikis dapat terjadi dalam proses komunikasi sastra,
dapat dicermati gagasan Holland (1968) dan Lesser (1989) yang secara tegas
mengemukakamn masalah resepsi sastra secara psikologis. Bagi Holland, sastra
memiliki efek relief (pembebasan) sehingga akhir dari semua analisi seni adalah
a comfort (suatu kesenangan hidup). Kesenangan hidup di peroleh melalui
‘pelepasan’. Sekalipun karya sastra membuat perasaan kita sakit, bersalah, atau
cemas, perasaan-perasaan itu (yang sesungguhnya hanyalah fantasi belaka) kita
terima dan kita kuasai sedemikian rupa untuk menjadi pengalaman yang
menyenangkan. Gagasan bahwa sastra akan menimbulkan kenikmatan, muncul sebagai
akibat alternasi ritmik antara “gangguan” dan “penguasaan”. Orang susah, tetapi
puas dan senang adalah efek ketika membaca sastra. Orang dapat kecewa
psikisnya, tetapi lega karena membaca sastra. Dalam proses psikis semacam ini,
berarti ada gelombang estetis yang merambat dari sastra ke psikis pembaca.
Adapun Simon Lasser dalam bukunya Fiction and the Unconscious (1989),
mengembangkan teori emotif mellau model komunikasi yang memungkinkan dia
mendeskripikan efek-efek relief yang di rasakan pembaca.
2.2 Resepsi
dan Kebebasan Tafsir Psikologis
Resepsi adalah penerimaan. Penerimaan sastra
oleh pembaca bisa berbeda-beda tafsirnya. Sastra ibarat sebuah surat berharga
yang dialamatkan kepada penerima pesan. Namun, dalam sastra ada sejumlah
kode-kode psikologis yang bisa memunculkan persepsi lain. Perbedaan inilah yang
menuntut kebebasan tafsir. Tafsir yang beragam dan plural, akan memperkaya
pesan. Tafsir psikologis akan membangkitkan imajinasi yang berharga. Pembaca
bebas bermain imajinasi. Dari situ pula bebas menciptakan dunianya. Sastra
setelah lepas dari tangan penulis menjadi hak banyak orang, termasuk
pembaca. Aspek psikis penulis, mungkin
bisa diterima berbeda oleh pembaca. Pembaca sering berimajinasi lain ketika
menyikapi karya sastra. Kondisi kejiwaan pembaca juga sering kali mempengaruhi
daya kritisnya. Dalam proses resepsiserupa, saya setuju dengan gagasan bahwa
karya sastra ada hanya jika telah diciptakan kembali (dikonkretkan). Istilah
“dikonkretkan” adalah hak pembaca. Pembaca boleh berbuat apa saja,
menganalogikan bacaan dengan dirinya, boleh menangis, boleh marah, dan
seterusnya. Proses konkretisasi itu sebenarnya proses psikologis.
Daya kritis Junus demikian sah dan dapat
dipahami, namun yang terpenting bagi peneliti psikologis adalah kemampuan
memahami resepsi pembaca. Penulis, boleh juga pengucap, yang bekerja merumuskan
sesuatu ke dalam teks memusatkan perhatiannya kepada hal-hal tertentu dengan
melupakan hal-hal lain. dalam kaitan ini, Junus memberikan contoh dalam
hubungan bahasa. Seseorang mungkin berhadapan dengan persoalan bagaimana
merumuskan dua kalimat menjadi satu kalimat: (a) Saya percaya kepada Tuhan, (b)
Tuhan itu satu. Berdasarkan proses bahasa Melayu yang biasa, maka keduanya
dapat dibentuk menjadi satu kalimat, yakni “Saya percaya kepada Tuhan yang
satu”. Namun, pembaca yang berhadapan dengan kalimat tersebut mungkin akan
beranggapan bahwa kalimat itu berasal dari proses lain, yang tidak disadari
kehadirannya oleh penulis tadi. Pembaca akan mengalami suatu proses lain, suatu
cognition process. Ia akan mengaktifkan pemikirannya berdasarkan segala
kemungkinan bahasa yang dikuasainya. Ia akan menyadari hakikat polisemi dari
kontruksi “Tuhan yang satu”, karena dua arti menyatu dalam satu homonim.
Contoh yang
diberikan di atas, hendak menyatakan bahwa teks sastra memang banyak
mengundang tafsir. Teks sastra memiliki segala kemungkinan. Tiap pembaca boleh
meresepsi secara psikis, sesuai pengalaman masing-masing. Orang yang pertama
kali mengucapkan pepatah “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”, tidak
menyadari bahwa orang tidak mungkin kencing selagi berlari. Ia juga tidak akan
menyadari bahwa pepatah itu mempunyai implikasi lain dari yang dipikirkannya.
Ia mungkin berfikir bahwa bila guru kencing duduk, maka murid juga akan kencing
duduk (=mencangkung). Namun, pepatah itu memberikan implikasi lain. kalau “guru
kencing duduk”, maka “murid akan kencing berdiri” karena pepatah itu
menyarankan tentang murid yang “kurang ajar”. Apa yang ada pada pikiran
pengucap ialah bagaimana merumuskan sesuatu yang mengandung pengertian kalau
guru “kurang ajar”, maka murid akan lebih “kurang ajar” lagi, sedangkan murid
akan jadi baik bila gurunya juga baik.
Pembaca memang bebas sebagai penafsir. Namun,
menurut Iser (1988:213) yang paling esensial adalah bukan hanya mampu meneliti
teks sastra sebagai refleksi kesadaran saja, melainkan sampai ketaksadaran.
Teks sastra tidak selalu berhubungan dengan realitas objektif. Dunia sastra
menurut Ingarden, akan dilukiskan secara intensional. Kalimat atau baris dalam
sastra selalu bermuatan makna. Gagasan demikian sebenarnya lebih pada proporsi
ingin menyatakan bahwa wacana sastra memang bersifat terbuka bagi penikmat.
Siapa saja boleh berdebat dan mengajukan alibi. Bagi pembaca sastra yang jitu,
tentu akan selektif terhadap permainan kata. Setiap pesan psikologis akan
terbungkus rapi dalam bahasa. Perbedaan persepsi terhadap wacana sastra, justru
memperkaya nilai sastra. Sastra tak pernah tunggal dalam hal makna. Semakin
menyebarkan keragaman makna, sastra itu dipandang lebih bagus. Inilah tugas
reseptor untuk menerka sampai ke batas psikis yang tepat.
2.3 Eksperimental Estetik Pembaca Sastra
1. Reaksi evaluatif pembaca.
pembaca akan bereaksi setelah bersentuhan
dengan sastra. Setelah membaca, psikisnya telah terpenuhi berbagai berbagai
butir reaksi. Reaksi bisa kea rah konstruktif dan destruktif.
Perlu di pahami bahwa sosiologi tertarik dalam funchtioning masyarakat, sementara psikologi tertarik pada functioning human mind ‘pikiran manusia’. Pendapat ini menekankan aspek kejiwaan dalam penelitian psikologi sastra. Psikologi pembaca juga tidak bisa lepas dari aspek psikis. Dalam buku evaluasi teks sastra, sagers (Sayuti, 20072-82) dengan serius membahas evaluasi teks sastra secara psikologis. Paparan dia boleh di katakan akan membantu pemahaman psikologis sastra yang terkait dengan pembaca. Dalam kaitan ini,pembaca adalah bagian dari komunikasi sastra yang tidak bisa ditiadakan. Tanpa pembaca, secara psikologis, sastra kehilangan peminat. Psikologis sastra meliputi bidang penelitian yang luas,hanya ada sebagian yang memiliki relevensi dengan penelitian resepsi sastra secara langsung, yakni penelitian psikologis yang berkenaan dengan pertanyaan apakah reaksi interpretative dan reaksi evaliatif pembaca terhadap teks sastra dapat di selidiki. Pernyataan ini memberikan penegasan bahwa penelitian psikologi sastra dapat menurut dua hal dalam resepsi, yaitu (a) reaksi pembaca, dan (b) evaluasi pembaca. Pembaca dapat menginterpretasi teks sastra sesuka hati. Mereka bebas berkomentar, yang penting masuk akal,
Perlu di pahami bahwa sosiologi tertarik dalam funchtioning masyarakat, sementara psikologi tertarik pada functioning human mind ‘pikiran manusia’. Pendapat ini menekankan aspek kejiwaan dalam penelitian psikologi sastra. Psikologi pembaca juga tidak bisa lepas dari aspek psikis. Dalam buku evaluasi teks sastra, sagers (Sayuti, 20072-82) dengan serius membahas evaluasi teks sastra secara psikologis. Paparan dia boleh di katakan akan membantu pemahaman psikologis sastra yang terkait dengan pembaca. Dalam kaitan ini,pembaca adalah bagian dari komunikasi sastra yang tidak bisa ditiadakan. Tanpa pembaca, secara psikologis, sastra kehilangan peminat. Psikologis sastra meliputi bidang penelitian yang luas,hanya ada sebagian yang memiliki relevensi dengan penelitian resepsi sastra secara langsung, yakni penelitian psikologis yang berkenaan dengan pertanyaan apakah reaksi interpretative dan reaksi evaliatif pembaca terhadap teks sastra dapat di selidiki. Pernyataan ini memberikan penegasan bahwa penelitian psikologi sastra dapat menurut dua hal dalam resepsi, yaitu (a) reaksi pembaca, dan (b) evaluasi pembaca. Pembaca dapat menginterpretasi teks sastra sesuka hati. Mereka bebas berkomentar, yang penting masuk akal,
2. Langkah Kerja Estetik Ekspertimental
Sebuah
langkah eksperimental yang di tawarkan Bleich
(pradopo, 1991:131) cukup penting di pegang oleh peneliti psikologi pembaca.
Menurut dia, peneliti perlu menungkap “respon subjektif” pembaca teks. “Respon
dia”
ini akan menjadi data objektif. untuk menangkap hal ini dapat dilakukan melalui dua
kategori,yaitu (1) “jawaban” spontan pembaca teks,dan (2)
”arti” yang diatributkan pembaca kepadanya. Tanda petik pada kata jawaban dan arti ini menunjukkan
bahwa keduanya adalah yang perlu dilacak.jawaban pembaca adalah ekspresi
orisinal.Adapun arti harus diinterprestasikan. Itulah pelaksana ekspresimental yang patut dikritisi
dalam penelitian.
Metode penelitian apakah yang tersedia bagi
estetika ekspresimental? Berlyne (1972) menyusun perbedaan-perbedaan berikut:
(1) Sebagian besar rencana penelitian telah
dioperasikan dengan putusan verbal dalam kaitannya dengan karya-karya seni; (2)
Ada juga beberapa metode penelitian yang mengimplikasikan pencatatan
psikologikal, misalnya mereka mencoba mengukur perubahan-perubahan dalam,
aktivitas otak yang elektris ketika subyek sedang melihat film atau
mendengarkan musik, yang
mungkin menunjukkan perubahan tingkatan perasaan; (3) ada metode untuk mengukur
apa yang di sebut non-verbal overt behavior ‘prilaku nonverbal’,
misalnya suatu analisi dapat di buat tentang pilihan yang dapat dilakukan
subjek terhadap dua karya seni atau lebih, dan waktu yang dibutuhkan bagi setiap pilahan dapat
diukur,
(4) Ada proyek yang tidak memerlukan responden,
tetapi bermaksud menganalisis secara statistic materi
artistic atau artefak, dengan
pemusatan perhatian pada sisi atau hubungan antara kelas-kelas elemen.
2.4 Tipologi Psikis Pembaca
1. Kejiwaan Pembaca Saatra Anak
Yang
di maksud pembaca sastra anak adalah anak itu sendiri.Meskipum orang dewasa atau
remaja bisa membacanya,pembaca sastra anak dalam konteks ini lebih khusus.
Nugriyantoro (2005: 35-41)
memberikan beberapa kontribusi sastra anak bagi anak.kontribusu ini tentu
terkait pula dengan kejiwaan anak. Menurut dia, sastra anak di yakini memiliki kontribusi yang besar
bagi perkembangan kepribadian anak dalam proses menuju kedewasaan sebagai
manusia yang mempunyai jati yang jelas. Nyanyian-nyanyian yang bisa
didendangkan seorang ibu untuk membujuk si buah hati segera tertidur atau
sekedar untuk menyenangkan, pada hakikatnya juga bernilai kesastran dan sekaligus mengandung nilai
yang besar adilnya bagi perkenbangan kejiwaan anak,
misalnya nilai kasih sayang dan keindahan. Dengan membaca buku-buku cerita itu
anak akan belajar bersikap dan tingkah laku secara benar.
Lewat bacaan cerita itu anak akan belajar bagaimana
mengelola emosinya agar tidak merugikan dirinya dan orang lain.
Kemampuman seseorang mengelola emosi istilah yang di
pakai adalah Emotional Quotien (EQ)
yang analog Intelligence Quotien (IQ),
juga Spiritual Quention (SQ) dewasa ini di
pandang sebagai aspek personalitas yang
besar pengaruhnya bagi kesuksesan hidup, bahkan diyakini lebih dari pada IQ.
2. Tipologi Psikis
Pembaca Remaja
Pembaca juga raja. Dia berhak membuat merah hijau
karya.Kebebasan imajinasi sering tak terkontrol.Akibatnya, sastra kadang-kadang
lebih indah dari aslinya ketika di santap pembaca. Remaja mungkin gemar pada
hal-hal cinta dalam sastra. Cinta adalah ahwal universal psikis manusia. Maka,
kalo pembaca remaja mendambakan cinta dan seks, itu sah-sah saja. Golongan
pembaca dari sisi umur memang sering berbeda inisiatif dan minatnya. Pembaca
remaja, biasanya berbeda dengan pembaca dewasa.
3. Tipologi Psikis Pembaca Dewasa
Pembaca dewasa,tuntutannya berlainan sama sekali
dengan remaja.Orang dewasa telah matang kejiwaannya. Pembaca dewasa relative
lebih mapan psikisnya. Banyak pilihanpun mereka lakukan dalam menentukan
bacaan. Karena keseimbangan emosi stabil, tentu daya kekuatan psikis sastra ada
perbedaan di banding pembaca remaja dan anak. Motivasi dan minat baca orang
dewasa juga perlu di acak. Ada pembaca yang sekedar bersenang-senang, ada yang
ingin meneliti, dan yang bermotif ekonomi, polotik, budaya, dan seterusnya. Seluruh
hal tersebut di cermati aspek psikologisnya sehingga di temukan makna yang
signifikan.
2.5 Analisis Puisi
Pada Suatu Hari Nanti
Karya : Sapardi Djoko Damono
Pada suatu hari
nanti,
Jasadku tak akan ada
lagi,
Tapi dalam bait-bait
sajak ini,
Kau tak akan
kurelakan sendiri.
Pada suatu hari
nanti,
Suaraku tak
terdengar lagi,
Tapi di antara
larik-larik sajak ini.
Kau akan tetap
kusiasati,
Pada suatu hari
nanti,
Impianku pun tak
dikenal lagi,
Namun di sela-sela
huruf sajak ini,
Kau tak akan
letih-letihnya kucari.
1. DESKRIPSI RESPON PEMBACA
Setelah penulis
mengumpulkan data hasil wawancara terhadap respondens, disini penulis akan
mendeskripsikan hasil wawancara atau pendapat para respondens tersebut mengenai
puisi Sapardi Djoko Damono dengan sajaknya yang berjudul pada suatu hari nanti.
1.1 Deskripsi Puisi
Pada suatu hari
nanti jasadnya seorang penulis atau penyair tesebut tidak aka nada lagi, namun
dia menuliskan sebuah isi hati yang diungkapkan dalam bait-bait sajak yang
dimana sang penulis itu berkata tidak akan rela sendiri. Ketika sang penyair
tidak ada, maka tidak ada seseorang yang akan mendengar suaranya lagi, hanya
bersama sajak yang ia buat itu orang akan dapat merasakan diarinya masih ada
dan penyair sangat berharap dalam karyanya itu akan selalu dikenang, walaupun
impiannya sudah tidak dikenal kembali.
1.2 Deskripsi Hasil Respondens
Dalam puisi ini,
penulis mengangkat tiga respondens untuk menganalisis puisi tersebut. Dengan
menggunakan metode wawancara ini penulis dapat melihat perbedaan pendapat dari
respondens. Memang dalam menganalisis puisi itu selalu memliki pendapt yang
berbeda dari setiap yang membacanya, pendapat ini tergantung dari pemahaman
pembaca terhadap puisi tersebut, lalu digambarkan dengan suasana hatinya.
Biasanya pendapat atau komentar mengenai suatu puisi tersebut sangat
dipengaruhi oleh perasaan dan pengetahuannya, sehingga pembaca mampu
menafsirkan puisi tersebut dengan baik.
Dilihat dari hasil
wawancara, perbedaan pendapat kerap terjadi anatara respondens pertama,kedua
dan ketiga. Respondens pertama dan respondens ketiga mengatakan bahwa puisi
tersebut sangat bagus, pendapat mereka juga mengatakan bahwa puisi ini
menceritakan tentang si penyair ketika meninggal namun dia masih ingin dikenang
lewat sajak-sajaknya dan juga bagaimana menjalankan kehidupan tersebut agar
dapat dikenang oleh orang lain. Respondens kedua memiliki pendapat yang
berbeda, ia berpedapat bahwa puisi tersebut menggambarkan perasaan cintanya sang penyair kepada seseorang.
Hal yang menarik
juga memiliki pendapat yang berbeda dari setiap respondens. Ketiga respondens
ini, setelah membaca puisi tersebut semuanaya mendapatkan pengalaman baru, yang
dimana para respondens itu belum pernah mengalami hal seperti itu, tidak hanya
pengalaman baru yang respondens dapatkan, akan tetapi respondens juga merasakan
bahwa mendapatkan sebuah nasehat tersendiri dari puisi tersebut.
Menentukan teman
dalam puisi itu tergantung sampai dimana kita dapat memahami isi dari puisi
tersebut,bagaimana penghayatannya juga. Sehingga, dalam hal ini respondens
memiliki pendapat yang berbeda-beda. Respondens pertama berpendapat bahwa puisi
tersebut bertemakan tentang kematian, respondens kedua berpendapat bahwa
bertemakan rasa cinta terhadap seseorang dan respondens ketiga berpendapat
bahwa puisi tersebut bertemakan tentang kerohanian atau religi.
Puisi tersebut
memberikan dampak positive terhadap pembacanya, terutama pada respondens itu
sendiri. Respondens merasa bahwa setelah membaca puisi tersebut mendapatkan
motivasi bahwa waktu semasa hidup itu jangan pernah disia-siakan karena hidup
di dunia hanya satu kali oleh karena itu, menjadilah orang yang bermakna
sehingga akan selalu dikenang oleh orang lain melalui karya atau kebaikannya
walaupun orang tersebut sudah tidak ada dalam artian orang itu sudah meninggal.
Respondens juga
menyarankan kepada semua orang untuk membaca puisi , agar mereka juga
mendapatkan pengalaman baru serta motivasi yang lebih seperti apa yang
dirasakan oleh respondens tersebut. Sehingga, dalam begitu diharapkan untuk
lebih baik lagi kedepannya.
2.Eksperimental
Estetik Pembaca Sastra
2.1 Reaksi evaluatif pembaca.
pembaca akan bereaksi
setelah bersentuhan dengan sastra. Setelah membaca, psikisnya telah terpenuhi
berbagai berbagai butir reaksi. Reaksi bisa kea rah konstruktif dan destruktif.
Perlu di pahami bahwa sosiologi tertarik dalam funchtioning masyarakat, sementara psikologi tertarik pada functioning human mind ‘pikiran manusia’. Pendapat ini menekankan aspek kejiwaan dalam penelitian psikologi sastra. Psikologi pembaca juga tidak bisa lepas dari aspek psikis. Dalam buku evaluasiteks sastra, sagers (Sayuti, 20072-82) dengan serius membahas evaluasi teks sastra secara psikologis. Paparan dia boleh di katakan akan membantu pemahaman psikologis sastra yang terkait dengan pembaca. Dalam kaitan ini,pembaca adalah bagian dari komunikasi sastra yang tidak bisa ditiadakan. Tanpa pembaca, secara psikologis, sastra kehilangan peminat. Psikologis sastra meliputi bidang penelitian yang luas,hanya ada sebagian yang memiliki relevensi dengan penelitian resepsi sastra secara langsung, yakni penelitian psikologis yang berkenaan dengan pertanyaan apakah reaksi interpretative dan reaksi evaliatif pembaca terhadap teks sastra dapat di selidiki. Pernyataan ini memberikan penegasan bahwa penelitian psikologi sastra dapat menurut dua hal dalam resepsi, yaitu (a) reaksi pembaca, dan (b) evaluasi pembaca. Pembaca dapat menginterpretasi teks sastra sesuka hati. Mereka bebas berkomentar, yang penting masuk akal,
Perlu di pahami bahwa sosiologi tertarik dalam funchtioning masyarakat, sementara psikologi tertarik pada functioning human mind ‘pikiran manusia’. Pendapat ini menekankan aspek kejiwaan dalam penelitian psikologi sastra. Psikologi pembaca juga tidak bisa lepas dari aspek psikis. Dalam buku evaluasiteks sastra, sagers (Sayuti, 20072-82) dengan serius membahas evaluasi teks sastra secara psikologis. Paparan dia boleh di katakan akan membantu pemahaman psikologis sastra yang terkait dengan pembaca. Dalam kaitan ini,pembaca adalah bagian dari komunikasi sastra yang tidak bisa ditiadakan. Tanpa pembaca, secara psikologis, sastra kehilangan peminat. Psikologis sastra meliputi bidang penelitian yang luas,hanya ada sebagian yang memiliki relevensi dengan penelitian resepsi sastra secara langsung, yakni penelitian psikologis yang berkenaan dengan pertanyaan apakah reaksi interpretative dan reaksi evaliatif pembaca terhadap teks sastra dapat di selidiki. Pernyataan ini memberikan penegasan bahwa penelitian psikologi sastra dapat menurut dua hal dalam resepsi, yaitu (a) reaksi pembaca, dan (b) evaluasi pembaca. Pembaca dapat menginterpretasi teks sastra sesuka hati. Mereka bebas berkomentar, yang penting masuk akal,
2.2 Langkah Kerja
Estetik Ekspertimental
Sebuah langkah
eksperimental yang di tawarkan Bleich (pradopo, 1991:131) cukup penting di
pegang oleh peneliti psikologi pembaca. Menurut dia, peneliti perlu menungkap
“respon subjektif” pembaca teks. “Respon dia” ini akan menjadi data objektif.
untuk menangkap hal ini dapat dilakukan
melalui dua kategori,yaitu (1) “jawaban” spontan pembaca teks,dan (2) ”arti”
yang diatributkan pembaca kepadanya. Tanda petik pada kata jawaban dan arti ini
menunjukkan bahwa keduanya adalah yang perlu dilacak.jawaban pembaca adalah
ekspresi orisinal.Adapun arti harus diinterprestasikan. Itulah pelaksana
ekspresimental yang patut dikritisi dalam penelitian.
Metode penelitian apakah
yang tersedia bagi estetika ekspresimental? Berlyne (1972) menyusun
perbedaan-perbedaan berikut: (1) Sebagian besar rencana penelitian telah
dioperasikan dengan putusan verbal dalam kaitannya dengan karya-karya seni; (2)
Ada juga beberapa metode penelitian yang mengimplikasikan pencatatan
psikologikal, misalnya mereka mencoba mengukur perubahan-perubahan dalam,
aktivitas otak yang elektris ketika subyek sedang melihat film atau
mendengarkan musik, yang mungkin menunjukkan perubahan tingkatan perasaan; (3)
ada metode untuk mengukur apa yang di sebut non-verbal overt behavior ‘prilaku
nonverbal’, misalnya suatu analisi dapat di buat tentang pilihan yang dapat
dilakukan subjek terhadap dua karya seni atau lebih, dan waktu yang dibutuhkan
bagi setiap pilahan dapat diukur, (4) Ada proyek yang tidak memerlukan responden,
tetapi bermaksud menganalisis secara statistic materi artistic atau artefak,
dengan pemusatan perhatian pada sisi atau hubungan antara kelas-kelas elemen.
3.
ANALISIS DARI RESPONDEN
Penulis memberikan daftar pertanyaan
kepada responden sebagai berikut:
Daftar Pertanyaan :
1. Bagaimana
pendapat anda tentang puisi tersebut? jelaskan !
2. Adakah hal
menarik yang anda kutip dari puisi tersebut? Jika ada jelaskan alsannya?
3.Bagaimana perasaan
anda ketika membaca puisi tersebut? Apakah sedih, bahagia, terharu, terpukau,
atau biasa saja. Jelaskan alasan anda?
4. Apakah anda
mengalami pengalama yang sama, ataukah anda memperoleh pengalaman yang baru
ketika membaca puisi tersebut?
5.Kemukakan pendapat
anda tentang puisi tersebut dari segi tema, irama, nada, dan suasana puisi?
6. Nilai positif apakah yang anda dapatkan
setelah membaca puisi tersebut?
7. Setelah anda
membaca dan mengapresiasikan puisi tersebut, kepada siapa anda menyarankan atau
merekomendasikan puisi ini untuk dibaca? Kemukakan alasannya?
v Responden 1 (marta
savina)
1. Puisi yang berjudul “pada suatu hari nanti” menurut saya puisinya
sangat bagus. Karena saya sendiri sebagai pembaca merasa sangat tersetuh dengan
kata-kata puisi tersebut, yang dimana pada puisi ini menceritakan tentang suatu
kematian dan jika dirinya sudah meninggal tetapi ia berharap sosoknya masih
selalu dikenang.
·
Interpretasi
Keindahan yang ada dalam syair-syair
ini membuat hati saya tersentu, meskipun dia telah meninggal dunia tetapi dia
ingin selalu dikenang oleh masyarakat, melalui syair-syair puisi yang dia tulis
dalam karya puisi,
2. .Hal menarik pada puisi tersebut terdapat pada kata “pada suatu
hari impianku pun tak di kenal lagi namun di sela-sela huruf sajak ini kau tak
akan letih-letihnya kucari” karena pada larik tersebut menceritakan tentang
impiannya meskipun impiannya itu sudah tidak dikenal lagi tapi ia berusaha akan
tetap mencari di sela-sela huruf sajak.
·
Interpretasi
Meskipun impianya
sudah tak dikenal lagi dia tetap berusaha dalam memperjuangkan impiannya agar
tetap dikenang , melalui syair-syair inilah dia berusaha membuat ingatan akan
mengingat impianya yang telah terlupakan, agar impiannya tetap dikenang.
3. Perasaan saya setelah membaca puisi ini sangat terharu. Karena tema
dari puisi itu sendiri adalah menceritakan tentang kematian.
·
Interpretasi
Dalam setiap
kehidupan pasti mengalami kematian, syair-syair puisi ini membuat hati ini
ingat akan kematian yang akan menunggu didepan yang tak akan terelakan lagi.
4. Setelah saya membaca puisi yang berjudul “pada suatu hari nanti”
saya mendapat pengalaman baru karena dari puisi tersebut saya dapat mengambil
pelajaran bahwa ketika hidup di dunia kita harus bisa bermanfaat dan berguna
untuk orang lain agar meskipun kita sudah meninggalpun jasa dan sosok kita akan tetap dikenang.
·
Interpretasi
Dalam kehidupan kita
harus berbuat baik kepada sesama manusia, dan juga di dalam kehidupan ini kita
dapat bermanfaat bagi sesama, sehingga ketika kita meninggal dunia kita akan
tetap dikenang dan di ingat, entah itu dari segi kebaikan kita.
5. Tema dari puisi “pada suatu hari nanti” menurut saya temanya adalah
menceritakan tentang kematian. Yang dimanna ketika penulis itu sudah meninggal
tapi penulis berharap dirinya masih bisa dikenang.
·
Interpretasi
Meskipun sudah
mengalami kematian dia berharap dirinya tetap dikenang, melaui syair-syair
inilah dia berusaha agar dirinya tetap dikenang walaupun dia sudah meninggal
dunia.
6. Nilai positive setelah saya membaca puisi tersebut adalah motivasi.
Karena isi dari puisi tersebut sangat memotivasi untuk kita semua untuk
mengajak dalam berbuat baik.
·
Interpretasi
Syair-syair dalam
puisi itu begitu memotivasi dalam kehidupan yang dia jalani, dalam
syair-syairnya pun mengajarkan kita agar berbuat baik selama masa hidup kita,
agar setelah kita meninggal dunia kita tetap akan selalu dikenang.
7. Setelah saya membaca puisi yang berjudul “pada suatu hari nanti”
saya merekomendasikan puisi ini untuk semua orang termasuk saya karena puisi
ini sangat memotivasi kita semua agar kita bisa bermanfaat dan berguna untuk
semua orang agar meskipun kita sudah meninggal pun jasa kita tetap dikenang.
·
Interpretasi
Syair-syair ini
sangatlah cocok untuk semua orang, karena di dalam syair-syair puisi ini
mengandung motivasi buat kita semua, dalam melaksanakan kebaikan dalam
kehidupan bermasyarakat, agar ketika kita sudah meninggal dunia nanti jasa dan
pengorbanan kita tetap dikenang.
v Responden 2 (anisa)
- Puisi ini
sangat bagus dan menarik, juga tercipta dari penyair terkenal. Puisi ini
juga sangat romantis, karena penyair menggambarkan rasa cintanya terhadap
seseorang dituangkan melalui sajak-sajak yang indah.
·
Interpretasi
Dalam syair-syair
puisi ini sangat lah menarik dan juga mengandung makna yang sangat mendalam,
yang tak lepas pula dari keromantisan, yang dapat menimbulkan rasa cinta
terhadap seseorang yang di tuangkan melalui syair-syair puisi ini.
- Ada. Dalam
puisi tersebut penyair menggunakan diksi ( pilihan kata) yang sederhana
tetapi memiliki makna yang luas, sehingga pesan yang disampaikan untuk
pembaca dapat disampaikan dan dimengerti oleh pembaca dengan mudah dan
menarik. Seperti dalam baitnya yang “pada suatu hari nanti/suara ku tak
terdengar lagi/ tapi diantara larik-larik sajak ini/ kau tetap ku
siasati”.
·
Interpretasi
Didalam puisi ini
memiliki diksi yang sederhana, didalam kesederhanaan pemilihan kata ini
memiliki makna yang sangat luas dan juga mendalam, sehingga dalam kesederhanan
dalam pemilihan kata ini, pembaca dapat secara mudah mengerti mauoun memahami
isi dari puisi ini.
- Perasaan saya
terharu setelah membaca puisi tersebut. Karena, penyair menggambarkan
suasana hatinya dengan jelas melalui bait-bait puisi yang dia tulis. Dan
seolah-olah membuat pembaca ikut merasakan apa yang dialami oleh penyair
pada saat itu.
·
Interpretasi
Kesedihan seorang penyair yang tertuang
melalui syair-syair puisi yang di tuangkan dalam puisi, kesedihan ini lah yang
ingin dirasakan juga terhadap pembaca.
- Setelah saya
membaca puisi diatas, saya mendapatkan pengalaman baru yang saya dapatkan
melalui isi tiap-tiap bait puisi tersebut. Saya mendapatkan sebuah
nasehat. Ketika, suatu hari nanti apabila jasad kita sudah tidak ada lagi
di bumi ini, namun sebuah karya kita dan kebaikan kita saat masih hidup
tentunya dapat dinilai dan tetap dinikmati oleh semua orang. Dan keabadian
yang nyata itu memang benar ada.
·
Interpretasi
Pengalaman barupun
terperoleh melalui syair-syair yang tertulis dalam puisi,yang mengajarkan kita
agar selalu berbuat baik
- Tema puisi
diatas adalah mengenai rasa cinta seorang penyair terhadap seseorang.
Perasaan tersebut diungkapkan dengan pernyataan bahwa aku lirik tidak akan
meninggalkan seseorang tersebut meskipun ia sudah meninggal dunia. Irama
yang ada dalam puisi tersebut sangat tepat dan baik. Penggalan kata demi
kata dalam setiap baitnya mengikuti unsur irama yang ada, bahasa yang
digunakan sangat sederhana dan menggunakan diksi a a a a. Nada dan suasana
puisi diatas, mengungkapkan perasaan penyair yang sedang merasakan putus
asa. Penyair juga mampu menciptakan
suasana dan nada khusuk, sedih yang cenderung romantis, namun
menimbulkan optimisme. Sehingga sajak tersebut sangat jelas indah.
·
Interpretasi
Perasaan cinta
terhadap seseorang yang tidak ingin impian maupun kenangan tentangnya tidak
ingin terlupakan oleh orang yang ia cintai meskipun ia telah meninggal dunia,
rima maupun diksi dalam syair-syair puisi itu sangatlah tepat dan juga
sederhana, yang mudah dimengerti maupun dipahami, sehingga membuat syair ini
sangat jelas dan indah.
- Puisi diatas
mengandung amanat yang sangat positif bagi saya. Hal positif tersebut
mengenai kehidupan. Bahwa manusia hidup di dunia tidak selamanya, namun
kehidupan yang sesungguhnya adalah di akhirat nanti. Kita hidup didunia
harus bisa melakukan hal baik dan menjadi yang terbaik, bermanfaat untuk
orang disekitar kita, sehingga nanti jika kita telah tiada, orang-orang
tetap merasakan bahwa kita ada didekat orang yang kita sayangi. Dan
seorang penyair meninggal hanya meninggalkan sebait karyanya agar dapat
dikenang oleh setiap pembacanya.
·
Interpretasi
Manusia hidup tidak
lah abadi di dunia ini, masi ada dunia dimana manusia akan hidup abadi, maka
jadilah manusia yang selalu bersikap baik agar di dalam hidupnya dapat
bermanfaat bagi orang lain, sehingga ketika ia meninggal dunia akan selalu
mengingat kebaikan apa yang sudah dilakukan selama masa hidupnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Psikologi sastra
kaitannya dengan masalah pengaruh daya sastra adalah mengikuti aliran daya itu
dalam diri pembaca. Mungkin sastra mengikuti proses keras, cepat, dan secara
tiba-tiba menjadikan pembaca berubah total atau sebagian. Kemungkinan lain
pengaruh yang lembut, penuh kearifan, tetapi tetap menjadi motif kuat dalam
jiwa pembaca. Kemungkinan psikis yang terakhir ini, bisa jadi akan mengubah
pandangan hidup pembaca.
Resepsi dan kebebasan tafsir psikologis
Pembaca memang bebas sebagai penafsir.
Namun, menurut Iser (1988:213) yang paling esensial adalah bukan hanya mampu
meneliti teks sastra sebagai refleksi kesadaran saja, melainkan sampai
ketaksadaran. Kalimat atau baris dalam sastra selalu bermuatan makna.
Eksperimental
estetik pembaca sastra dibagi atas dua macam, yaitu:
1. Reaksi evaluasi pembaca
Pembaca
akan bereaksi setelah bersentuhan dengan sastra. Setelah membaca, psikisnya
telah terpenuhi berbagai butiran reaksi. Reaksi bisa ke arah kontruktif dan
destruktif.
2. Langkah kerja estetik eksperimental
Studi
psikologis membutuhkan pengedepanan
Tipologi psikis pembaca dibagi menjadi
tiga, yaitu:
1.
Kejiwaan
pembaca sastra anak.
2.
Tipologi
psikis pembaca remaja.
3.
Tipologi
psikis pembaca dewasa.
3.2 Saran
Pembaca
adalah bagian dari kutub sastra. Sebagai pembaca di harapkan mampu meneladani aspek-aspek
penting dalam sastra. Nilai-nilai dalam sastra yang mampu membentuk sikap dan
perilaku, akan diinternalisasikan dalam diri pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Endraswara, Suwardi. 2008. Metode
Penelitian Psikologi Sastra. Jakarta: Media Pressindo.








0 komentar:
Posting Komentar