syarief uye

Autumn Falling Leaves

Rabu, 10 Januari 2018

ANALISIS KELOMPOK 3-B "pada suatu hari nanti"

MAKALAH

PSIKOLOGI PEMBACA

                                                                            
                 
Dosen Pengampu:
M. Bayu Firmansyah, M.Pd

Kelompok III B :
Ellyna May Nurjannah (15188201008)
Imroatul Mufidah (15188201011)
Moch Mukhlas (15188201021)

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
2015 A
STKIP PGRI PASURUAN





KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul ”PSIKOLOGI PEMBACA”. Makalah ini diajukan untuk memenuhi matakuliah”Psikologi Sastra”
Ucapan terima kasih penyusun ucapkan:
1.      Dra. Mardiningsih, M.Pd. selaku ketua lembaga STKIP-STIT PGRI Pasuruan.
2.      Moch. Bayu Firmansyah, S.S, M.Pd selaku kepala program studi Pendidikan Bahasa Indonesia.
3.      Moch. Bayu Firmansyah, S.S, M.Pd selaku dosen pembimbing mata kuliah “Psikologi sastra” yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan makalah ini.
4.      Orang tua yang telah mendukung kami baik secara materi maupun moral.
5.      Teman- teman yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Penyusun menyadari makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat kontruktif ( membangun ) demi penyempurnaan penyusunan berikutnya.
Akhirnya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.


                                                                                                                                                                                                            Pasuruan,  Desember 2017




                                                                                    Penyusun



DAFTAR ISI
Halaman
COVER ......................................................................................................................          i
KATA PENGANTAR...............................................................................................          ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................          iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang........................................................................................................         
1.2 Rumusan masalah...................................................................................................         
1.3 Tujuan.....................................................................................................................         
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Daya psikis keras dan lunak...................................................................................         
2.2 Resepsi dan kebebasan  tafsir psikologis................................................................
2.3 Eksperimental estetik pembaca sastra......................................................................
2.4 Tipologi psikis pembaca.........................................................................................
2.5 Analisis puisi...........................................................................................................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................         
3.2 Saran.......................................................................................................................         
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................          iii



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Wallek dan Austin (1989), Psikologi secara sempit diartikan sebagai ilmu tentang jiwa. Sedangkan sastra adalah ilmu tentang karya seni dengan tulis- menulis. Maka jika diartikan secara keseluruhan, prikologi sastra mengkaji karya sastra dari sudut kejiwaannya (Ratna: 2004: 340).
            (Ratna: 2004: 350) psikologi sastra adalah analisis teks dengan mempertimbangkan relevansi dan penerapan studi psikologis. Artinya, psikologi turut berperan penting dalam menganalisis sebuah karya sastra dengan bekerja dari sudut kejiwaan karya sastra tersebut baik dari unsur pengarang, tokoh, maupun pembacanya. Dengan dipusatkannya perhatian pada tokoh-tokoh, maka akan dapat dianalisis konflik batin yang terkandung dalam karya sastra secara umum dapat disimpulkan bahwa hubungan antara sastra dan psikologi sangant erat hingga melebur dan melahirkan ilmu baru yang disebut dengan “psikologi sastra”. Artinya dengan meneliti sebuah karya sastra melalui pendekatan psikologis sastra, secara tidak langsung kita telah membicarakan psikologis karna dunia sastra tidak dapat dipisahkan dengan nilai kejiwaan yang mungkin tersirat dalam karya sastra tersebut.
Dari beberapa pendapat para ahli mengenai psikologi sastra, dapat ditarik benang merah mengenai definisi psikologi sastra yaitu kajian teori konsep psikologi yang diterapkan pada karya sastra pada pengarang dan penokohan. Namun dalam penerapannya psikologis sastra lebih memberikan pada unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional yang terkandung dalam karya sastra. Psikologis sastra tidak bermaksud untuk memecahkan masalah psikologis praktis seperti kejiwaan manusia. Namun memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam suatu karya sastra. Meskipun demikian psikologi sastra tidak terlepas dalam kebutuhan masyarakat. Secara tidak langsung karya sastra memberikan pemahaman dan inspirasi terhadap masyarakat.



1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud daya psikis keras dan lunak?
2.      Apa yang dimaksud resepsi dan kebebasan tafsir psikologis?
3.      Bagaimana Eksperimental estetik pembaca sastra?
4.      Apa yang dimaksud Tipologi psikis pembaca?

1.3  Tujuan
1.      Untuk mendeskripsikan daya psikis keras dan lunak.
2.      Untuk mendeskripsikan resepsi dan kebebasan tafsir psikologis.
3.      Untuk mendeskripsikan eksperimental estetik pembaca sastra.
4.      Untuk mendeskripsikan tipologi psikis pembaca.

















BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Daya Spikis Keras dan Lunak
Agak sulit untuk menemukan istilah yang tepat untuk mewadahi konteks psikologi sastra yang terkait dengan resepsi pembaca terhadap sastra. Wilayah psikologi yang berhubungan dengan pembaca memang masih pelik. Ada yang berpendapat, wilayah ini sebenarnya bukan studi sastra, melainkan penelitian pembaca. Pendapat ini tampaknya juga sulit dipertanggung jawabkan, sebab bagaimanapun pembaca adalah bagian dari kutub sastra. Cukup unik jika sastra telah tersugup di hadapan pembaca. Konsep Holland (Wright, 1991:149) menyebutkan bahwa ada kemungkinan terjadi “kolusi” estetis antara pengarang dengan pembaca. Untuk memahai bagaimana resepsi psikis dapat terjadi dalam proses komunikasi sastra, dapat dicermati gagasan Holland (1968) dan Lesser (1989) yang secara tegas mengemukakamn masalah resepsi sastra secara psikologis. Bagi Holland, sastra memiliki efek relief (pembebasan) sehingga akhir dari semua analisi seni adalah a comfort (suatu kesenangan hidup). Kesenangan hidup di peroleh melalui ‘pelepasan’. Sekalipun karya sastra membuat perasaan kita sakit, bersalah, atau cemas, perasaan-perasaan itu (yang sesungguhnya hanyalah fantasi belaka) kita terima dan kita kuasai sedemikian rupa untuk menjadi pengalaman yang menyenangkan. Gagasan bahwa sastra akan menimbulkan kenikmatan, muncul sebagai akibat alternasi ritmik antara “gangguan” dan “penguasaan”. Orang susah, tetapi puas dan senang adalah efek ketika membaca sastra. Orang dapat kecewa psikisnya, tetapi lega karena membaca sastra. Dalam proses psikis semacam ini, berarti ada gelombang estetis yang merambat dari sastra ke psikis pembaca. Adapun Simon Lasser dalam bukunya Fiction and the Unconscious (1989), mengembangkan teori emotif mellau model komunikasi yang memungkinkan dia mendeskripikan efek-efek relief yang di rasakan pembaca.
2.2  Resepsi dan Kebebasan Tafsir Psikologis
   Resepsi adalah penerimaan. Penerimaan sastra oleh pembaca bisa berbeda-beda tafsirnya. Sastra ibarat sebuah surat berharga yang dialamatkan kepada penerima pesan. Namun, dalam sastra ada sejumlah kode-kode psikologis yang bisa memunculkan persepsi lain. Perbedaan inilah yang menuntut kebebasan tafsir. Tafsir yang beragam dan plural, akan memperkaya pesan. Tafsir psikologis akan membangkitkan imajinasi yang berharga. Pembaca bebas bermain imajinasi. Dari situ pula bebas menciptakan dunianya. Sastra setelah lepas dari tangan penulis menjadi hak banyak orang, termasuk pembaca.  Aspek psikis penulis, mungkin bisa diterima berbeda oleh pembaca. Pembaca sering berimajinasi lain ketika menyikapi karya sastra. Kondisi kejiwaan pembaca juga sering kali mempengaruhi daya kritisnya. Dalam proses resepsiserupa, saya setuju dengan gagasan bahwa karya sastra ada hanya jika telah diciptakan kembali (dikonkretkan). Istilah “dikonkretkan” adalah hak pembaca. Pembaca boleh berbuat apa saja, menganalogikan bacaan dengan dirinya, boleh menangis, boleh marah, dan seterusnya. Proses konkretisasi itu sebenarnya proses psikologis.
   Daya kritis Junus demikian sah dan dapat dipahami, namun yang terpenting bagi peneliti psikologis adalah kemampuan memahami resepsi pembaca. Penulis, boleh juga pengucap, yang bekerja merumuskan sesuatu ke dalam teks memusatkan perhatiannya kepada hal-hal tertentu dengan melupakan hal-hal lain. dalam kaitan ini, Junus memberikan contoh dalam hubungan bahasa. Seseorang mungkin berhadapan dengan persoalan bagaimana merumuskan dua kalimat menjadi satu kalimat: (a) Saya percaya kepada Tuhan, (b) Tuhan itu satu. Berdasarkan proses bahasa Melayu yang biasa, maka keduanya dapat dibentuk menjadi satu kalimat, yakni “Saya percaya kepada Tuhan yang satu”. Namun, pembaca yang berhadapan dengan kalimat tersebut mungkin akan beranggapan bahwa kalimat itu berasal dari proses lain, yang tidak disadari kehadirannya oleh penulis tadi. Pembaca akan mengalami suatu proses lain, suatu cognition process. Ia akan mengaktifkan pemikirannya berdasarkan segala kemungkinan bahasa yang dikuasainya. Ia akan menyadari hakikat polisemi dari kontruksi “Tuhan yang satu”, karena dua arti menyatu dalam satu homonim.
   Contoh yang  diberikan di atas, hendak menyatakan bahwa teks sastra memang banyak mengundang tafsir. Teks sastra memiliki segala kemungkinan. Tiap pembaca boleh meresepsi secara psikis, sesuai pengalaman masing-masing. Orang yang pertama kali mengucapkan pepatah “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”, tidak menyadari bahwa orang tidak mungkin kencing selagi berlari. Ia juga tidak akan menyadari bahwa pepatah itu mempunyai implikasi lain dari yang dipikirkannya. Ia mungkin berfikir bahwa bila guru kencing duduk, maka murid juga akan kencing duduk (=mencangkung). Namun, pepatah itu memberikan implikasi lain. kalau “guru kencing duduk”, maka “murid akan kencing berdiri” karena pepatah itu menyarankan tentang murid yang “kurang ajar”. Apa yang ada pada pikiran pengucap ialah bagaimana merumuskan sesuatu yang mengandung pengertian kalau guru “kurang ajar”, maka murid akan lebih “kurang ajar” lagi, sedangkan murid akan jadi baik bila gurunya juga baik.
   Pembaca memang bebas sebagai penafsir. Namun, menurut Iser (1988:213) yang paling esensial adalah bukan hanya mampu meneliti teks sastra sebagai refleksi kesadaran saja, melainkan sampai ketaksadaran. Teks sastra tidak selalu berhubungan dengan realitas objektif. Dunia sastra menurut Ingarden, akan dilukiskan secara intensional. Kalimat atau baris dalam sastra selalu bermuatan makna. Gagasan demikian sebenarnya lebih pada proporsi ingin menyatakan bahwa wacana sastra memang bersifat terbuka bagi penikmat. Siapa saja boleh berdebat dan mengajukan alibi. Bagi pembaca sastra yang jitu, tentu akan selektif terhadap permainan kata. Setiap pesan psikologis akan terbungkus rapi dalam bahasa. Perbedaan persepsi terhadap wacana sastra, justru memperkaya nilai sastra. Sastra tak pernah tunggal dalam hal makna. Semakin menyebarkan keragaman makna, sastra itu dipandang lebih bagus. Inilah tugas reseptor untuk menerka sampai ke batas psikis yang tepat.
2.3 Eksperimental Estetik Pembaca Sastra
1. Reaksi evaluatif pembaca.
   pembaca akan bereaksi setelah bersentuhan dengan sastra. Setelah membaca, psikisnya telah terpenuhi berbagai berbagai butir reaksi. Reaksi bisa kea rah konstruktif dan destruktif.
Perlu di pahami bahwa sosiologi tertarik dalam funchtioning masyarakat, sementara psikologi tertarik pada functioning human mind ‘pikiran manusia’. Pendapat ini menekankan aspek kejiwaan dalam penelitian psikologi sastra. Psikologi pembaca juga tidak bisa lepas dari aspek psikis. Dalam buku evaluasi teks sastra, sagers (Sayuti, 20072-82) dengan serius membahas  evaluasi teks sastra secara psikologis. Paparan dia boleh di katakan  akan membantu pemahaman psikologis sastra yang terkait dengan pembaca. Dalam kaitan ini,pembaca adalah bagian dari komunikasi sastra yang tidak bisa ditiadakan. Tanpa pembaca, secara psikologis,  sastra kehilangan peminat. Psikologis sastra meliputi bidang penelitian yang luas,hanya ada sebagian yang memiliki relevensi dengan penelitian resepsi sastra secara langsung, yakni penelitian psikologis yang berkenaan dengan pertanyaan apakah reaksi interpretative dan reaksi evaliatif pembaca terhadap teks sastra dapat di selidiki. Pernyataan ini memberikan penegasan bahwa penelitian psikologi sastra dapat menurut dua hal dalam resepsi, yaitu (a) reaksi pembaca, dan (b) evaluasi pembaca. Pembaca dapat menginterpretasi teks sastra sesuka hati. Mereka bebas berkomentar, yang penting masuk akal,
2. Langkah Kerja Estetik Ekspertimental
  Sebuah langkah eksperimental yang di tawarkan Bleich (pradopo, 1991:131) cukup penting di pegang oleh peneliti psikologi pembaca. Menurut dia, peneliti perlu menungkap “respon subjektif” pembaca teks. “Respon dia” ini akan menjadi data objektif. untuk  menangkap hal ini dapat dilakukan melalui dua kategori,yaitu (1) “jawaban” spontan pembaca teks,dan (2) ”arti” yang diatributkan pembaca kepadanya. Tanda petik pada kata jawaban dan arti ini menunjukkan bahwa keduanya adalah yang perlu dilacak.jawaban pembaca adalah ekspresi orisinal.Adapun arti harus diinterprestasikan. Itulah pelaksana ekspresimental yang patut dikritisi dalam penelitian.
   Metode penelitian apakah yang tersedia bagi estetika ekspresimental? Berlyne (1972) menyusun perbedaan-perbedaan berikut: (1) Sebagian besar rencana penelitian telah dioperasikan dengan putusan verbal dalam kaitannya dengan karya-karya seni; (2) Ada juga beberapa metode penelitian yang mengimplikasikan pencatatan psikologikal, misalnya mereka mencoba mengukur perubahan-perubahan dalam, aktivitas otak yang elektris ketika subyek sedang melihat film atau mendengarkan musik, yang mungkin menunjukkan perubahan tingkatan perasaan; (3) ada metode untuk mengukur apa yang di sebut non-verbal overt behavior ‘prilaku nonverbal’, misalnya suatu analisi dapat di buat tentang pilihan yang dapat dilakukan subjek terhadap dua karya seni atau lebih, dan waktu yang dibutuhkan bagi setiap pilahan dapat diukur, (4) Ada proyek yang tidak memerlukan responden, tetapi bermaksud menganalisis secara statistic materi artistic atau artefak, dengan pemusatan perhatian pada sisi atau hubungan antara kelas-kelas elemen.
2.4 Tipologi Psikis Pembaca
1. Kejiwaan Pembaca Saatra Anak
            Yang di maksud pembaca sastra anak adalah anak itu sendiri.Meskipum orang dewasa atau remaja bisa membacanya,pembaca sastra anak dalam konteks ini lebih khusus. Nugriyantoro (2005: 35-41) memberikan beberapa kontribusi sastra anak bagi anak.kontribusu ini tentu terkait pula dengan kejiwaan anak. Menurut dia, sastra anak di yakini memiliki kontribusi yang besar bagi perkembangan kepribadian anak dalam proses menuju kedewasaan sebagai manusia yang mempunyai jati yang jelas. Nyanyian-nyanyian yang bisa didendangkan seorang ibu untuk membujuk si buah hati segera tertidur atau sekedar untuk menyenangkan, pada hakikatnya juga bernilai kesastran dan sekaligus mengandung nilai yang besar adilnya bagi perkenbangan kejiwaan anak, misalnya nilai kasih sayang dan keindahan. Dengan membaca buku-buku cerita itu anak akan belajar bersikap dan tingkah laku secara benar. Lewat bacaan cerita itu anak akan belajar bagaimana mengelola emosinya agar tidak merugikan dirinya dan orang lain. Kemampuman seseorang mengelola emosi istilah yang di pakai adalah Emotional Quotien (EQ)  yang analog Intelligence Quotien (IQ), juga Spiritual Quention (SQ) dewasa ini di pandang  sebagai aspek personalitas yang besar pengaruhnya bagi kesuksesan hidup, bahkan diyakini lebih dari pada  IQ.  
2. Tipologi Psikis  Pembaca Remaja
            Pembaca juga raja. Dia berhak membuat merah hijau karya.Kebebasan imajinasi sering tak terkontrol.Akibatnya, sastra kadang-kadang lebih indah dari aslinya ketika di santap pembaca. Remaja mungkin gemar pada hal-hal cinta dalam sastra. Cinta adalah ahwal universal psikis manusia. Maka, kalo pembaca remaja mendambakan cinta dan seks, itu sah-sah saja. Golongan pembaca dari sisi umur memang sering berbeda inisiatif dan minatnya. Pembaca remaja, biasanya berbeda dengan pembaca dewasa.
3. Tipologi Psikis Pembaca Dewasa
            Pembaca dewasa,tuntutannya berlainan sama sekali dengan remaja.Orang dewasa telah matang kejiwaannya. Pembaca dewasa relative lebih mapan psikisnya. Banyak pilihanpun mereka lakukan dalam menentukan bacaan. Karena keseimbangan emosi stabil, tentu daya kekuatan psikis sastra ada perbedaan di banding pembaca remaja dan anak. Motivasi dan minat baca orang dewasa juga perlu di acak. Ada pembaca yang sekedar bersenang-senang, ada yang ingin meneliti, dan yang bermotif ekonomi, polotik, budaya, dan seterusnya. Seluruh hal tersebut di cermati aspek psikologisnya sehingga di temukan makna yang signifikan.









2.5 Analisis Puisi

Pada Suatu Hari Nanti
Karya : Sapardi Djoko Damono


Pada suatu hari nanti,
Jasadku tak akan ada lagi,
Tapi dalam bait-bait sajak ini,
Kau tak akan kurelakan sendiri.

Pada suatu hari nanti,
Suaraku tak terdengar lagi,
Tapi di antara larik-larik sajak ini.
Kau akan tetap kusiasati,


Pada suatu hari nanti,
Impianku pun tak dikenal lagi,
Namun di sela-sela huruf sajak ini,
Kau tak akan letih-letihnya kucari.




  1.    DESKRIPSI RESPON PEMBACA
Setelah penulis mengumpulkan data hasil wawancara terhadap respondens, disini penulis akan mendeskripsikan hasil wawancara atau pendapat para respondens tersebut mengenai puisi Sapardi Djoko Damono dengan sajaknya yang berjudul pada suatu hari nanti.
 1.1 Deskripsi Puisi
Pada suatu hari nanti jasadnya seorang penulis atau penyair tesebut tidak aka nada lagi, namun dia menuliskan sebuah isi hati yang diungkapkan dalam bait-bait sajak yang dimana sang penulis itu berkata tidak akan rela sendiri. Ketika sang penyair tidak ada, maka tidak ada seseorang yang akan mendengar suaranya lagi, hanya bersama sajak yang ia buat itu orang akan dapat merasakan diarinya masih ada dan penyair sangat berharap dalam karyanya itu akan selalu dikenang, walaupun impiannya sudah tidak dikenal kembali.
 1.2 Deskripsi Hasil Respondens
Dalam puisi ini, penulis mengangkat tiga respondens untuk menganalisis puisi tersebut. Dengan menggunakan metode wawancara ini penulis dapat melihat perbedaan pendapat dari respondens. Memang dalam menganalisis puisi itu selalu memliki pendapt yang berbeda dari setiap yang membacanya, pendapat ini tergantung dari pemahaman pembaca terhadap puisi tersebut, lalu digambarkan dengan suasana hatinya. Biasanya pendapat atau komentar mengenai suatu puisi tersebut sangat dipengaruhi oleh perasaan dan pengetahuannya, sehingga pembaca mampu menafsirkan puisi tersebut dengan baik.
Dilihat dari hasil wawancara, perbedaan pendapat kerap terjadi anatara respondens pertama,kedua dan ketiga. Respondens pertama dan respondens ketiga mengatakan bahwa puisi tersebut sangat bagus, pendapat mereka juga mengatakan bahwa puisi ini menceritakan tentang si penyair ketika meninggal namun dia masih ingin dikenang lewat sajak-sajaknya dan juga bagaimana menjalankan kehidupan tersebut agar dapat dikenang oleh orang lain. Respondens kedua memiliki pendapat yang berbeda, ia berpedapat bahwa puisi tersebut menggambarkan perasaan  cintanya sang penyair kepada seseorang.
Hal yang menarik juga memiliki pendapat yang berbeda dari setiap respondens. Ketiga respondens ini, setelah membaca puisi tersebut semuanaya mendapatkan pengalaman baru, yang dimana para respondens itu belum pernah mengalami hal seperti itu, tidak hanya pengalaman baru yang respondens dapatkan, akan tetapi respondens juga merasakan bahwa mendapatkan sebuah nasehat tersendiri dari puisi tersebut.
Menentukan teman dalam puisi itu tergantung sampai dimana kita dapat memahami isi dari puisi tersebut,bagaimana penghayatannya juga. Sehingga, dalam hal ini respondens memiliki pendapat yang berbeda-beda. Respondens pertama berpendapat bahwa puisi tersebut bertemakan tentang kematian, respondens kedua berpendapat bahwa bertemakan rasa cinta terhadap seseorang dan respondens ketiga berpendapat bahwa puisi tersebut bertemakan tentang kerohanian atau religi.
Puisi tersebut memberikan dampak positive terhadap pembacanya, terutama pada respondens itu sendiri. Respondens merasa bahwa setelah membaca puisi tersebut mendapatkan motivasi bahwa waktu semasa hidup itu jangan pernah disia-siakan karena hidup di dunia hanya satu kali oleh karena itu, menjadilah orang yang bermakna sehingga akan selalu dikenang oleh orang lain melalui karya atau kebaikannya walaupun orang tersebut sudah tidak ada dalam artian orang itu sudah meninggal.
Respondens juga menyarankan kepada semua orang untuk membaca puisi , agar mereka juga mendapatkan pengalaman baru serta motivasi yang lebih seperti apa yang dirasakan oleh respondens tersebut. Sehingga, dalam begitu diharapkan untuk lebih baik lagi kedepannya.
2.Eksperimental Estetik Pembaca Sastra
2.1  Reaksi evaluatif pembaca.
   pembaca akan bereaksi setelah bersentuhan dengan sastra. Setelah membaca, psikisnya telah terpenuhi berbagai berbagai butir reaksi. Reaksi bisa kea rah konstruktif dan destruktif.
Perlu di pahami bahwa sosiologi tertarik dalam funchtioning masyarakat, sementara psikologi tertarik pada functioning human mind ‘pikiran manusia’. Pendapat ini menekankan aspek kejiwaan dalam penelitian psikologi sastra. Psikologi pembaca juga tidak bisa lepas dari aspek psikis. Dalam buku evaluasiteks sastra, sagers (Sayuti, 20072-82) dengan serius membahas  evaluasi teks sastra secara psikologis. Paparan dia boleh di katakan  akan membantu pemahaman psikologis sastra yang terkait dengan pembaca. Dalam kaitan ini,pembaca adalah bagian dari komunikasi sastra yang tidak bisa ditiadakan. Tanpa pembaca, secara psikologis,  sastra kehilangan peminat. Psikologis sastra meliputi bidang penelitian yang luas,hanya ada sebagian yang memiliki relevensi dengan penelitian resepsi sastra secara langsung, yakni penelitian psikologis yang berkenaan dengan pertanyaan apakah reaksi interpretative dan reaksi evaliatif pembaca terhadap teks sastra dapat di selidiki. Pernyataan ini memberikan penegasan bahwa penelitian psikologi sastra dapat menurut dua hal dalam resepsi, yaitu (a) reaksi pembaca, dan (b) evaluasi pembaca. Pembaca dapat menginterpretasi teks sastra sesuka hati. Mereka bebas berkomentar, yang penting masuk akal,
2.2 Langkah Kerja Estetik Ekspertimental
   Sebuah langkah eksperimental yang di tawarkan Bleich (pradopo, 1991:131) cukup penting di pegang oleh peneliti psikologi pembaca. Menurut dia, peneliti perlu menungkap “respon subjektif” pembaca teks. “Respon dia” ini akan menjadi data objektif. untuk  menangkap hal ini dapat dilakukan melalui dua kategori,yaitu (1) “jawaban” spontan pembaca teks,dan (2) ”arti” yang diatributkan pembaca kepadanya. Tanda petik pada kata jawaban dan arti ini menunjukkan bahwa keduanya adalah yang perlu dilacak.jawaban pembaca adalah ekspresi orisinal.Adapun arti harus diinterprestasikan. Itulah pelaksana ekspresimental yang patut dikritisi dalam penelitian.
   Metode penelitian apakah yang tersedia bagi estetika ekspresimental? Berlyne (1972) menyusun perbedaan-perbedaan berikut: (1) Sebagian besar rencana penelitian telah dioperasikan dengan putusan verbal dalam kaitannya dengan karya-karya seni; (2) Ada juga beberapa metode penelitian yang mengimplikasikan pencatatan psikologikal, misalnya mereka mencoba mengukur perubahan-perubahan dalam, aktivitas otak yang elektris ketika subyek sedang melihat film atau mendengarkan musik, yang mungkin menunjukkan perubahan tingkatan perasaan; (3) ada metode untuk mengukur apa yang di sebut non-verbal overt behavior ‘prilaku nonverbal’, misalnya suatu analisi dapat di buat tentang pilihan yang dapat dilakukan subjek terhadap dua karya seni atau lebih, dan waktu yang dibutuhkan bagi setiap pilahan dapat diukur, (4) Ada proyek yang tidak memerlukan responden, tetapi bermaksud menganalisis secara statistic materi artistic atau artefak, dengan pemusatan perhatian pada sisi atau hubungan antara kelas-kelas elemen.

 3. ANALISIS DARI RESPONDEN
         Penulis memberikan daftar pertanyaan kepada responden sebagai berikut:
Daftar Pertanyaan :
1. Bagaimana pendapat anda tentang puisi tersebut? jelaskan !
2. Adakah hal menarik yang anda kutip dari puisi tersebut? Jika ada jelaskan alsannya?
3.Bagaimana perasaan anda ketika membaca puisi tersebut? Apakah sedih, bahagia, terharu, terpukau, atau biasa saja. Jelaskan alasan anda?
4. Apakah anda mengalami pengalama yang sama, ataukah anda memperoleh pengalaman yang baru ketika membaca puisi tersebut?
5.Kemukakan pendapat anda tentang puisi tersebut dari segi tema, irama, nada, dan suasana puisi?
6.  Nilai positif apakah yang anda dapatkan setelah membaca puisi tersebut?
7. Setelah anda membaca dan mengapresiasikan puisi tersebut, kepada siapa anda menyarankan atau merekomendasikan puisi ini untuk dibaca? Kemukakan alasannya?


v  Responden 1 (marta savina)
1.      Puisi yang berjudul “pada suatu hari nanti” menurut saya puisinya sangat bagus. Karena saya sendiri sebagai pembaca merasa sangat tersetuh dengan kata-kata puisi tersebut, yang dimana pada puisi ini menceritakan tentang suatu kematian dan jika dirinya sudah meninggal tetapi ia berharap sosoknya masih selalu dikenang.
·         Interpretasi
            Keindahan yang ada dalam syair-syair ini membuat hati saya tersentu, meskipun dia telah meninggal dunia tetapi dia ingin selalu dikenang oleh masyarakat, melalui syair-syair puisi yang dia tulis dalam karya puisi,

2.      .Hal menarik pada puisi tersebut terdapat pada kata “pada suatu hari impianku pun tak di kenal lagi namun di sela-sela huruf sajak ini kau tak akan letih-letihnya kucari” karena pada larik tersebut menceritakan tentang impiannya meskipun impiannya itu sudah tidak dikenal lagi tapi ia berusaha akan tetap mencari di sela-sela huruf sajak.
·         Interpretasi
Meskipun impianya sudah tak dikenal lagi dia tetap berusaha dalam memperjuangkan impiannya agar tetap dikenang , melalui syair-syair inilah dia berusaha membuat ingatan akan mengingat impianya yang telah terlupakan, agar impiannya tetap dikenang.

3.      Perasaan saya setelah membaca puisi ini sangat terharu. Karena tema dari puisi itu sendiri adalah menceritakan tentang kematian.
·         Interpretasi
Dalam setiap kehidupan pasti mengalami kematian, syair-syair puisi ini membuat hati ini ingat akan kematian yang akan menunggu didepan yang tak akan terelakan lagi.

4.      Setelah saya membaca puisi yang berjudul “pada suatu hari nanti” saya mendapat pengalaman baru karena dari puisi tersebut saya dapat mengambil pelajaran bahwa ketika hidup di dunia kita harus bisa bermanfaat dan berguna untuk orang lain agar meskipun kita sudah meninggalpun jasa dan sosok  kita akan tetap dikenang.
·         Interpretasi
Dalam kehidupan kita harus berbuat baik kepada sesama manusia, dan juga di dalam kehidupan ini kita dapat bermanfaat bagi sesama, sehingga ketika kita meninggal dunia kita akan tetap dikenang dan di ingat, entah itu dari segi kebaikan kita.

5.      Tema dari puisi “pada suatu hari nanti” menurut saya temanya adalah menceritakan tentang kematian. Yang dimanna ketika penulis itu sudah meninggal tapi penulis berharap dirinya masih bisa dikenang.
·         Interpretasi
Meskipun sudah mengalami kematian dia berharap dirinya tetap dikenang, melaui syair-syair inilah dia berusaha agar dirinya tetap dikenang walaupun dia sudah meninggal dunia.

6.      Nilai positive setelah saya membaca puisi tersebut adalah motivasi. Karena isi dari puisi tersebut sangat memotivasi untuk kita semua untuk mengajak dalam berbuat baik.
·         Interpretasi
Syair-syair dalam puisi itu begitu memotivasi dalam kehidupan yang dia jalani, dalam syair-syairnya pun mengajarkan kita agar berbuat baik selama masa hidup kita, agar setelah kita meninggal dunia kita tetap akan selalu dikenang.

7.      Setelah saya membaca puisi yang berjudul “pada suatu hari nanti” saya merekomendasikan puisi ini untuk semua orang termasuk saya karena puisi ini sangat memotivasi kita semua agar kita bisa bermanfaat dan berguna untuk semua orang agar meskipun kita sudah meninggal pun jasa kita tetap dikenang.
·         Interpretasi
Syair-syair ini sangatlah cocok untuk semua orang, karena di dalam syair-syair puisi ini mengandung motivasi buat kita semua, dalam melaksanakan kebaikan dalam kehidupan bermasyarakat, agar ketika kita sudah meninggal dunia nanti jasa dan pengorbanan kita tetap dikenang.

v  Responden 2 (anisa)
  1. Puisi ini sangat bagus dan menarik, juga tercipta dari penyair terkenal. Puisi ini juga sangat romantis, karena penyair menggambarkan rasa cintanya terhadap seseorang dituangkan melalui sajak-sajak yang indah.
·         Interpretasi
Dalam syair-syair puisi ini sangat lah menarik dan juga mengandung makna yang sangat mendalam, yang tak lepas pula dari keromantisan, yang dapat menimbulkan rasa cinta terhadap seseorang yang di tuangkan melalui syair-syair puisi ini.

  1. Ada. Dalam puisi tersebut penyair menggunakan diksi ( pilihan kata) yang sederhana tetapi memiliki makna yang luas, sehingga pesan yang disampaikan untuk pembaca dapat disampaikan dan dimengerti oleh pembaca dengan mudah dan menarik. Seperti dalam baitnya yang “pada suatu hari nanti/suara ku tak terdengar lagi/ tapi diantara larik-larik sajak ini/ kau tetap ku siasati”.
·         Interpretasi
Didalam puisi ini memiliki diksi yang sederhana, didalam kesederhanaan pemilihan kata ini memiliki makna yang sangat luas dan juga mendalam, sehingga dalam kesederhanan dalam pemilihan kata ini, pembaca dapat secara mudah mengerti mauoun memahami isi dari puisi ini.

  1. Perasaan saya terharu setelah membaca puisi tersebut. Karena, penyair menggambarkan suasana hatinya dengan jelas melalui bait-bait puisi yang dia tulis. Dan seolah-olah membuat pembaca ikut merasakan apa yang dialami oleh penyair pada saat itu.
·         Interpretasi
   Kesedihan seorang penyair yang tertuang melalui syair-syair puisi yang di tuangkan dalam puisi, kesedihan ini lah yang ingin dirasakan juga terhadap pembaca.

  1. Setelah saya membaca puisi diatas, saya mendapatkan pengalaman baru yang saya dapatkan melalui isi tiap-tiap bait puisi tersebut. Saya mendapatkan sebuah nasehat. Ketika, suatu hari nanti apabila jasad kita sudah tidak ada lagi di bumi ini, namun sebuah karya kita dan kebaikan kita saat masih hidup tentunya dapat dinilai dan tetap dinikmati oleh semua orang. Dan keabadian yang nyata itu memang benar ada.
·         Interpretasi
Pengalaman barupun terperoleh melalui syair-syair yang tertulis dalam puisi,yang mengajarkan kita agar selalu berbuat baik

  1. Tema puisi diatas adalah mengenai rasa cinta seorang penyair terhadap seseorang. Perasaan tersebut diungkapkan dengan pernyataan bahwa aku lirik tidak akan meninggalkan seseorang tersebut meskipun ia sudah meninggal dunia. Irama yang ada dalam puisi tersebut sangat tepat dan baik. Penggalan kata demi kata dalam setiap baitnya mengikuti unsur irama yang ada, bahasa yang digunakan sangat sederhana dan menggunakan diksi a a a a. Nada dan suasana puisi diatas, mengungkapkan perasaan penyair yang sedang merasakan putus asa. Penyair juga mampu menciptakan  suasana dan nada khusuk, sedih yang cenderung romantis, namun menimbulkan optimisme. Sehingga sajak tersebut sangat jelas indah.
·         Interpretasi
Perasaan cinta terhadap seseorang yang tidak ingin impian maupun kenangan tentangnya tidak ingin terlupakan oleh orang yang ia cintai meskipun ia telah meninggal dunia, rima maupun diksi dalam syair-syair puisi itu sangatlah tepat dan juga sederhana, yang mudah dimengerti maupun dipahami, sehingga membuat syair ini sangat jelas dan indah.

  1. Puisi diatas mengandung amanat yang sangat positif bagi saya. Hal positif tersebut mengenai kehidupan. Bahwa manusia hidup di dunia tidak selamanya, namun kehidupan yang sesungguhnya adalah di akhirat nanti. Kita hidup didunia harus bisa melakukan hal baik dan menjadi yang terbaik, bermanfaat untuk orang disekitar kita, sehingga nanti jika kita telah tiada, orang-orang tetap merasakan bahwa kita ada didekat orang yang kita sayangi. Dan seorang penyair meninggal hanya meninggalkan sebait karyanya agar dapat dikenang oleh setiap pembacanya.
·         Interpretasi
Manusia hidup tidak lah abadi di dunia ini, masi ada dunia dimana manusia akan hidup abadi, maka jadilah manusia yang selalu bersikap baik agar di dalam hidupnya dapat bermanfaat bagi orang lain, sehingga ketika ia meninggal dunia akan selalu mengingat kebaikan apa yang sudah dilakukan selama masa hidupnya.














BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Psikologi sastra kaitannya dengan masalah pengaruh daya sastra adalah mengikuti aliran daya itu dalam diri pembaca. Mungkin sastra mengikuti proses keras, cepat, dan secara tiba-tiba menjadikan pembaca berubah total atau sebagian. Kemungkinan lain pengaruh yang lembut, penuh kearifan, tetapi tetap menjadi motif kuat dalam jiwa pembaca. Kemungkinan psikis yang terakhir ini, bisa jadi akan mengubah pandangan hidup pembaca.
Resepsi dan kebebasan tafsir psikologis
Pembaca memang bebas sebagai penafsir. Namun, menurut Iser (1988:213) yang paling esensial adalah bukan hanya mampu meneliti teks sastra sebagai refleksi kesadaran saja, melainkan sampai ketaksadaran. Kalimat atau baris dalam sastra selalu bermuatan makna.
Eksperimental estetik pembaca sastra dibagi atas dua macam, yaitu:
1.      Reaksi evaluasi pembaca
Pembaca akan bereaksi setelah bersentuhan dengan sastra. Setelah membaca, psikisnya telah terpenuhi berbagai butiran reaksi. Reaksi bisa ke arah kontruktif dan destruktif.
2.      Langkah kerja estetik eksperimental
Studi psikologis membutuhkan pengedepanan

Tipologi psikis pembaca dibagi menjadi tiga, yaitu:
1.      Kejiwaan pembaca sastra anak.
2.      Tipologi psikis pembaca remaja.
3.      Tipologi psikis pembaca dewasa.

3.2 Saran
Pembaca adalah bagian dari kutub sastra. Sebagai pembaca di harapkan mampu meneladani aspek-aspek penting dalam sastra. Nilai-nilai dalam sastra yang mampu membentuk sikap dan perilaku, akan diinternalisasikan dalam diri pembaca.






DAFTAR PUSTAKA

Endraswara, Suwardi. 2008. Metode Penelitian Psikologi Sastra. Jakarta: Media Pressindo.


0 komentar:

Posting Komentar